Menyusun Perencanaan Audit TSI
Standar auditing yang berlaku umum pertama untuk pekerjaan
lapangan mengharuskan perencanaan yang memadai. “Auditor harus
merencanakan pekerjaan secara memadai dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestiya.
Tiga alasan utama mengapa auditor harus merencanakan
penugasan dengan tepat :
1.
Untuk memungkinkan auditor mendapatkan bukti
yang tepat yang mencukupi pada situasi yang dihadapi.
2.
Untuk membantu menjaga biaya audit tetap wajar.
3.
Untuk menghindarkan kesalahpahaman dengan klien
Dalam kerangka pengendalian internal, manajemen harus
melakukan penilaian risiko yang dihadapi organisasinya, sehingga dapat
menerapkan bentuk/ prosedur pengendalian yang tepat.
Auditor internal berkepentingan untuk menilai pengendalian
yang ada pada aktivitas/ operasional organisasi, sehingga bila resiko
teridentifikasi, maka auditor dapat menentukan prosedur pengendalian yang
seharusnya ada untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai, dan bila
resiko tersebut tidak tertangani dengan baik, maka auditor dapat menentukan
rekomendasi yang tepat bagi manajemen untuk memperbaiki pengendalian/
operasionalnya.
Lebih spesifik, dalam konteks audit keuangan, penilaian
risiko berguna untuk menentukan resiko audit. Resiko audit diartikan sebagai
tingkat ketidakpastian tertentu yang dapat diterima auditor dalam pelaksanaan
auditnya, seperti ketidakpastian validitas dan reliabilitas bukti audit dan
ketidakpastian mengenai efektivitas pengendalian internal. Umumnya resiko
tersebut sulit diukur, sehingga perlu ketelitian dan kehati-hatian. Resiko
audit terdiri atas resiko inheren/ bawaan, resiko pengendalian, dan
pendeteksian.
1. Resiko Inheren
Resiko inheren berkenaan dengan kemungkinan adanya
kekeliruan dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi sebelum
memper-hitungkan faktor efektivitas pengendalian internal. Resiko inheren
adalah faktor kerentanan laporan keuangan terhadap kekeliruan yang material
dengan asumsi tidak adanya pengendalian internal. Oleh karena itu bila risiko
inheren tinggi, maka auditor harus mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak.
Faktor-faktor yang perlu ditelaah auditor dalam menetapkan
risiko inheren adalah sifat bidang usaha organisasi, integritas manajemen,
motivasi manajemen, hasil audit sebelumnya, hubungan istimewa, transaksi non
rutin, dan kerentanan terhadap fraud.
2. Resiko
Pengendalian
Risiko pengendalian berkenaan dengan kemungkinan adanya
kekeliruan dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi yang tidak
terdeteksi atau tidak dapat dicegah oleh pengendalian internal. Resiko
pengendalian dipengaruhi oleh faktor efektivitas pengendalian internal, dan
keandalan penetapan risiko yang direncanakan (penetapan di bawah 100%), oleh
karena itu bila resiko pengendalian ditetapkan tinggi, maka auditor harus
mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak.
3. Resiko
Pendeteksian
Resiko pendeteksian berkenaan dengan kemungkinan terjadinya
kekeliruan dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi yang tidak
terdeteksi karena pengujian menggunakan uji petik, prosedur audit yang tidak
tepat/ salah aplikasi, kekeliruan interpretasi atas hasil implementasi prosedur
audit. Guna meminimalkan risiko pendeteksian, auditor harus mengembangkan
perencanaan audit secara tepat, dan melakukan supervisi atas pelaksanaan audit.
Konsep audit berbasis risiko menempatkan kegiatan observasi
dan analisis terhadap pengendalian sebagai starting point, kemudian
mengembangkan auditnya pada bidang/ area yang memerlukan pengujian dan evaluasi
lebih lanjut. Bila pengendalian internal lemah (artinya risiko pengendalian
tinggi), maka auditor cenderung untuk memperluas ruang lingkup auditnya,
sehingga dia memperoleh kayakinan bahwa tanggungjawab auditnya dapat
dilaksanakan sesuai dengan standar profesional yang berlaku.
Perencanaan Awal Audit
Perencanaan audit awal (initial audit planning) melibatkan
empat hal, yang semuanya harus dilakukan lebih dulu dalam audit :
1.
Auditor memutuskan apakah akan menerima klien
baru atau terus melayani klien yang ada sekarang.
2.
Auditor mengidentifikasi mengapa klien
menginginkan atau membutuhkan audit.
3.
Untuk menghindari kesalahpahaman, auditor harus
memahami syarat-syarat penugasan yang ditetapkan klien.
4.
Auditor mengembangkan strategi audit secara
keseluruhan.
Menerima dan
mempertahankan klien :
1.
Investigasi atas klien baru. Sebelum menerima
klien baru, kebanyakan kantor akuntan publik akan menyelidiki perusahaan
tersebut untuk menentukan akseptabilitasnya.
2.
Klien yang berlanjut. Setiap tahun banyak kantor
akuntan publik mengevaluasi klien-klien yang ada saat ini guna menentukan
apakah ada alasan untuk menghentikan audit. Auditor dapat mengundurkan diri
setelah menentukan bahwa klien tidak mempunyai integritas.
Mengidentifikasi
alasan klien untuk penugasan audit
Dua faktor utama yang mempengaruhi risiko audit yang dapat
diterima adalah pemakai laporan keuangan yang mungkin dan maksudnya menggunakan
laporan tersebut.
Memahami klien
Pemahaman yang jernih tentang syarat-syarat penugasan harus
dimiliki oleh klien dan KAP. SAS 108 (AU 310) mensyaratkan bahwa auditor harus
mendokumentasikan pemahamannya dengan klien dalam surat penugasan (engagement
letter), meliputi tujuan penugasan, tanggung jawab auditor dan manajemen, serta
batasan-batasan penugasan.
Mengembangkan
strategi audit secara keseluruhan
Setelah memahami alasan klien untuk melakukan audit, auditor
harus mengembangkan strategi audit pendahuluan. Strategi ii
mempertimbangkan sifat klien, jumlah lokasi lain, dan keefektifan pengendalian
klien di masa lalu. Strategi yang terencana akan membantu auditor dalam :
1.
Memilih staf untuk melakukan penugasan. “Audit
harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang
memadai sebagai auditor”.
2.
Mengevaluasi kebutuhan akan spesialis dari luar.
Metode Dalam
Perencanaan Audit
Secara umum, rencana audit disusun setelah auditee ditetapkan.
Yang dimaksud dengan auditee adalah entitas organisasi, atau bagian/
unit organisasi, atau operasi dan program termasuk proses, aktivitas dan
kondisi tertentu yang diaudit. Penyeleksian auditee dapat dilakukan
dengan 3 (tiga) metode, yaitu:
a. Systematic selection
Bagian audit internal menyusun suatu jadwal audit tahunan
yang berkenaan dengan audit yang diperkirakan akan dilaksanakan. Secara tipikal
jadwal tersebut dikembangkan dengan mempertimbangkan risiko. Auditee potensial
yang menunjukkan tingkat risiko yang tinggi mendapat prioritas untuk dipilih.
b. Ad Hoc Audits
Metode ini digunakan dengan mempertimbangkan bahwa operasi
tidak selalu berjalan tepat seperti yang direncanakan. Manajemen dan dewan
komisaris sering menugaskan auditor internal untuk mengaudit bidang/ area
fungsional tertentu yang dipandang bermasalah. Dengan demikian manajemen dan
dewan komisaris memilih auditee bagi auditor internal.
c. Auditee Requests
Beberapa manajer merasa bahwa mereka memerlukan input dari
auditor internal untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan pengendalian
internal serta pengaruhnya terhadap operasi yang berada di bawah supervisinya.
Oleh karena itu, mereka mengajukan permintaan untuk diaudit. Tetapi dalam hal
ini auditor internal tetap harus mempertimbangkan risiko dan prioritasnya.
Comments
Post a Comment